Legal Opinion (Pendapat Hukum)
Tentang Sengketa Lahan di Jalan Raya Karanglo,
Kecamatan Singosari, Kab. Malang antara Warga dengan PT KAI[1]
A. Identifikasi Fakta Hukum (Posisi Kasus)
1.
Bahwa pada tahun 1988 Kepala Desa Banjararum, Singosari mengambil
inisiatif bahwa, lahan PT.KAI (dahulu PJKA) disebelah selatan jembatan sungai
Karanglo dimanfaatkan untuk lahan usaha, sebagai upaya peningkatan kesejahteraan
warga Dusun
Karanglo, Desa
Banjararum khususnya. Sejak tahun 1989 beberapa warga yang berminat sudah
mendaftarkan diri. Melalui Kepala Stasiun Singosari lahan yang sudah menjadi
beberapa petak tersebut dilaporkan. Warga mendaftarkan diri sebagai pihak
penyewa lahan kepada PT.KAI / PJKA. Oleh karena itu sejak tahun 1988 tidak
dapat disangkal lagi bahwa di lahan tanah PT. KAI tersebut diatas telah berdiri
beberapa bangunan, baik bangunan berbentuk permanen maupun semi permanen. Dengan bukti
pembayaran sewa lahan selama 1989 hingga 1991, berupa bukti pembayaran sewa
dari PT.KAI Stasiun Singosari yang dibuat pada tanggal 23 Maret 1991.
2.
Bahwa penyelesaian izin resmi sewa lahan tidak kunjung selesai walaupun beberapa
kali pada tahun 1991 hingga tahun 2005 warga telah mengusahakan tertib
administrasi dan keuangan dengan membayar biaya ongkos pengurusan izin kepada
oknum staf bagian properti yang mengaku sebagai Kepala Bagian Properti stasiun malang.
3. Bahwa pada awal tahun 2007 warga
baru menyadari bahwa telah ditipu oleh oknum tidak bertanggungjawab dari PT.
KAI.
Setelah
mengetahui cara dan prosedur pengurusan izin sewa yang benar, warga mengajukan
permohonan izin sewa ke PT. KAI melalui Bagian Properti Wilayah Stasiun Malang
yang dilayani oleh Bapak Sunarto selaku Kepala Bagian Properti Wilayah Stasiun
Malang, maka terbitlah surat izin sekaligus perjanjian sewa dari Daop VIII
Surabaya yang dibuat pada tanggal 9 April 2007. Pada saat mengajukan permohonan
izin sewa tersebut terdapat masalah antara pemilik sertifikat Hak Guna Bangunan
atas lahan di sebelah timur lahan PT.KAI dengan warga Gang Mantep yaitu keberadaan
dari sertifikat HGB No. 29 atas nama Tatik Aryanti tersebut terdapat indikasi cacat
hukum.
4.
Bahwa ada 4 (empat) indikasi cacat hukum yang terdapat pada sertifikat
HGB No.29
tersebut, yaitu sebagai berikut:
a. Bahwa pada tahun 1992 Tatik Aryanti mengajukan permohonan HGB ke
pihak BPN Kab. Malang dan diatas lahan yang diajukan tersebut telah berdiri
beberapa rumah. Rumah – rumah tersebut dibangun oleh warga di atas tanah dengan dasar
memberi dana kompensasi ke Desa Banjararum, sebelumnya status tanah tersebut
adalah tanah bekas milik asing yang telah dimanfaatkan oleh desa Banjararum
sebagai lahan Kebun bibit desa. Pada pertengahan tahun 1986 melalui suatu
rembuk desa yang dihadiri pula oleh para pejabat dari Kecamatan Singosari lahan
dibagikan kepada warga yang belum memiliki rumah. Sejak tahun 1986 beberapa
rumah telah berdiri diatasnya. Di dalam lembar sertifikat HGB tercantum berdiri diatasnya tiga
buah rumah. Padahal pemilik rumah tersebut memperoleh haknya dari hasil rembug
desa dan tidak/belum pernah melakukan transaksi ganti rugi, jual-beli atau
sejenisnya, yang berakibat beralihnya hak atas rumah tersebut kepada pihak
Tatik Aryanti.
b. Bahwa sesuai penjelasan tertulis dari Bapak Naseri selaku Kepala Desa
pada saat itu bahwa, Tatik Aryanti hanya membeli / mengganti hak garap lahan
seluas 1250 m2 dari
Sdr. Farid sebagai ahli waris dari H. Basri . Memang telah terjadi penawaran
dari pihak Tatik Aryanti kepada sebagian dari pemilik rumah diatas lahan bekas
kebun Bibit Desa yang luasnya sekitar
800 m2. Namun warga tidak bersedia
menerima di ganti rugi. Jika dihitung kedua lahan diatas maka jumlahnya hanya
seluas 2100 m2.
Didalam sertifikat tercantum
seluas 2380 m2,
jelas tidak dapat dipertanggungjawabkan dari 1250 m2 menjadi 2380 m2.
c. Bahwa batas-batas yang tersebut di dalam lembar sertifikat
disebutkan bahwa batas sebelah selatan adalah tanah milik sekolah (SDN
Banjararum I Singosari), dengan mengacu pada luas yang tercantum di dalam sertifikat, berarti
seluas sekitar 280 m2 adalah milik SDN Banjararum I yang ikut pula diakui sebagai bagian
dari sertifikat tersebut. Ditemukan bukti kesanggupan pemberian ganti rugi
kepada warga yang telah menguasai dan memanfaatkan lahan bekas Kebun Bibit
Desa. Tetapi realisasinya hal tersebut belum / tidak pernah terjadi, bukti tertulis
transaksi ganti rugi tidak ditemukan.
Berdasarkan
pemahaman tersebut warga Gang Mantep, Jl. Raya Karanglo Singosari, Malang
mengajukan permohonan penangguhan sertifikat (pemblokiran) terhadap sertifikat
HGB No 29 a.n Tatik Aryanti dengan mengirimkan surat kepada pihak yang terkait.
Dari jajaran Badan Pertahanan mulai dari BPN Kab. Malang hingga BPN Pusat di
Jakarta. Kepada jajaran kepolisian dari Polsek Singosari hingga Polda Jawa
Timur. Dari jajaran legislatif mulai dari DPRD Kab. Malang hingga DPR RI. Pengaduan juga kepada Komnas HAM Jakarta. Dari jajaran
pemerintahan dari pemerintahan desa yakni Desa Banjararum hingga pemerintah Provinsi Jawa Timur. Hingga masing
masing memberikan surat tanggapan untuk dilakukan proses pemblokiran.
5. Bahwa pada akhirnya seluruh warga Gang Mantep, Karanglo, Singosari
– Malang diundang oleh kepala BPN Kab. Malang ke kantor BPN Kab.Malang untuk dijelaskan dan ditunjukkan kepada warga, atas
langkah yang telah diambil oleh kepala BPN Kab. Malang berupa pemblokiran warka / Buku Induk Tanah
sertifikat HGB No. 29 atas nama Tatik Aryanti. Dengan penjelasan, tanda
pemblokiran tersebut tidak dapat diubah, dihapus, atau diganti oleh siapapun termasuk kepala BPN pengganti kelak.
Selama itu pula sertifikat tersebut tidak sah apabila dilakukan alih milik kepada siapapun, sebelum
pemblokiran dibatalkan. Pemblokiran akan batal jika :
a. pihak warga melakukan gugat
ke pengadilan.;
b. warga dapat menunggu hingga berakhir
masa berlakunya sertifikat tersebut, yaitu tahun 2014 mendatang.
Warga Gang
Mantep memilih cara damai yaitu menunggu berakhirnya masa berlakunya
sertifikat.
6. Bahwa setelah pemblokiran warka / Buku Induk Tanah sertifikat HGB No.29
atas nama Tatik Aryanti terjadilah pergantian pemilik melalui akta jual beli
sedangkan para penjual dan pembeli telah mengetahui secara persis riwayat atas
tanah dengan sertifikat HGB No. 29 tersebut. Transaksi jual beli telah
berlangsung dari Tatik Aryanti ke Hartanto, kemudian dari Hartanto ke Iskak.
7. Bahwa diawali dengan pihak Iskak komplain ke PT. KAI disertai permintaan
penghentian perpanjangan sewanya terhadap warga sebelah barat tanah miliknya.
Yang hasilnya pembayaran perpanjangan sewa warga sejak masa tahun 2010
ditangguhkan. Pembayaran biaya sewa yang biasanya dapat dilakukan di Bagian Properti
Wilayah Malang ditolak. Tetapi anehnya saat pembayaran dilakukan di Bagian
Keuangan Daop VIII Surabaya diterima/ dilayani dengan bukti pembayaran yang
sah. Proses pengajuan permohonan perpanjangan sewa dan pembayaran dibuat secara
tertulis untuk tahun sewa 2010 hingga 2011. Permohonan diajukan kepada Manajer Aset
Non Produksi Daop VIII, pada tanggal 10 Maret 2010.
8. Bahwa langkah berikut yang dilakukan oleh Iskak atau perwakilannya adalah
dengan menggunakan aparat desa melalui musyawarah desa. Diwakili oleh kuasa
hukumnya. Dan melakukan penggusuran warga melalui Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP). Setelah itu Iskak menggunakan jalur hukum dengan melakukan gugatan
perdata di Pengadilan Negeri Kabupaten Malang dengan nomor register perkara No. 85/Pdt.G/2010/PN Kpj tertanggal 23 Agustus 2010 dan penyewa lahan PT.KAI sebagai tergugat. Namun dipertengahan
jalan gugatan tersebut dicabut oleh penggugat tanpa ada alasan yang jelas, mengenai hal
tersebut tertuang dalam Risalah Pemberitahuan Pencabutan Perkara No. 85/Pdt.G/2010/PN Kpj
tertanggal 1 Desember 2010.
9.
Bahwa berdasarkan:
a. Kontrak
Perjanjian Sewa No. 0096/65153/Daop 8/SGS/TN/IV2010 a.n. Samen Antsuna yang berakhir pada tanggal 31
Maret 2011;
b. Kontrak
Perjanjian Sewa No. 0002/65153/Daop 8/SGS/TN/IV2010 a.n. Lasiman yang berakhir
pada tanggal 31 Maret 2011;
c. Kontrak
Perjanjian Sewa No. 0001/65153/Daop 8/SGS/TN/IV2010 a.n. Achmali yang berakhir pada tanggal 31 Maret
2011;
d. Kontrak
Perjanjian Sewa No. 0094/65153/Daop 8/SGS/TN/IV2010 a.n. Didik Suhartono yang berakhir
pada tanggal 31 Maret 2011;
e. Kontrak
Perjanjian Sewa No. 005/65153/Daop 8/SGS/TN/IV2010 a.n. Khomariyah yang berakhir pada tanggal 31 Maret 2011.
Maka
pada tanggal 27 Februari 2012 PT. KAI Daerah Operasi VII Surabaya mengirimkan
Somasi I kepada semua penyewa tanah milik PT. KAI yang isi Somasi I tersebut
memberitahukan kepada semua penyewa bahwa perjanjian telah berakhir pada
tanggal 31 Maret 2011.
10. Bahwa
berdasarkan semua kontrak perjanjian sewa dengan masing-masing penyewa dan
Surat Manager Pengusahaan Aset 8 Surabaya Nomor 177 /PA.8/II/2012 tertanggal 27
Februari 2012 perihal Somasi I, maka pada tanggal 18 Oktober 2012 PT. KAI
Daerah Operasi VII Surabaya mengirimkan Somasi II kepada semua penyewa tanah
milik PT. KAI, yang isi Somasi II tersebut memberitahukan kepada semua penyewa
bahwa terhitung tanggal 29 Oktober 2012 lahan milik PT. KAI yang ditempati
semua penyewa agar segera untuk dikosongkan.
11. Bahwa
berdasarkan semua kontrak perjanjian sewa dengan masing-masing penyewa, Surat
Manager Pengusahaan Aset 8 Surabaya Nomor 177 /PA.8/II/2012 tertanggal 27
Februari 2012 perihal Somasi I dan Surat Ketua Pokja Optimalisasi Aset Daop
VIII Surabaya No 1/Pokja_Aset_8/X/2012 tertanggal 18 Oktober 2012 perihal
Somasi II. Maka pada tanggal 29 Oktober 2012 PT. KAI Daerah Operasi VII
Surabaya mengirimkan Somasi III kepada semua penyewa tanah milik PT. KAI, yang
isi Somasi III tersebut memberitahukan kepada semua penyewa bahwa batas waktu
pengosongan Somasi II telah jatuh tempo, dan selanjutnya memberikan batas waktu
7 (tujuh) dari tertanggalnya Somasi III untuk mengosongkan lahan. Apabila dalam
waktu yang ditentukan belum melakukan pengosongan maka bangunan yang berdiri di
lahan milik PT. KAI akan segera dilakukan tindakan pengosongan.
12. Bahwa pada
tanggal 23 Oktober 2014 PT. KAI Daerah Operasi VII Surabaya mengirimkan surat
pemberitahuan dengan No. VII/001/4/35/3.8-2014 yang berisi tentang
pemberitahuan bahwa persewaan di Jalan Raya Karanglo Singosari tidak dapat
diperpanjang dan paling lambat pada hari minggu tanggal 26 Oktober 2014 objek
sewa harus segera dikosongkan.
13. Bahwa pada
tanggal 28 Oktober 2014 Tim Operasi Tertib Daop 8 PT KAI membongkar paksa
bangunan yang berdiri di lahan sengketa tersebut.
B. Permasalahan Hukum
1. Apakah perjanjian jual
beli sertifikat Hak Guna Bangunan pada tanah seluas 2380 m2 antara Sdr. Farid (selaku
ahli waris dari H. Basri) dengan Tatik Aryanti termasuk dalam penipuan sesuai
ketentuan pasal 378 KUHP?
2. Bagaimana status a quo tanah milik PT. KAI tersebut?
3. Apakah pengosongan lahan yang dilakukan oleh PT. KAI tersebut sah
secara hukum?
C. Bahan Hukum[2]
1.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
2.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
3.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang
Pokok Agraria;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha,
Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah;
5. Peraturan Kepala Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan
Kasus Pertanahan;
6.
Bukti Pembayaran Sewa dari PT.KAI Stasiun Singosari, tanggal 23
maret 1991;
7.
Perjanjian Sewa dari Daop VIII Surabaya, tanggal 9 April 2007;
8.
Sertifikat HGB No. 29 tahun 1994 atas nama Tatik Aryanti BPN Kab.
Malang;
9. Tanggapan Pemerintah Propinsi Jawa Timur, No. 181.1/3508/013/2006
Tentang pembatalan sertifikat HGB No.29 Desa Banjararum, Kec. Singosari, Kab. Malang tertanggal 04 April 2006;
10. Permohonan Perpanjangan Sewa
kepada manager aset non produksi Daop VIII, tanggal 10 Maret 2010;
11. Notulen hasil musyawarah
warga dengan Desa Banjararum, tanggal 8 Juni 2010;
12. Notulen Rapat dengan Satpol
PP Kab. Malang tanggal 13 Januari 2010;
13. Gugatan perkara perdata dengan No. 85/Pdt.G/2010/PN Kpj tertanggal 23 Agustus
2010;
14. Risalah Pemberitahuan
Pencabutan Perkara No. 85/Pdt.G/2010/PN Kpj tertanggal 1 Desember 2010;
15. Kontrak Perjanjian
Sewa No.0096/65153/Daop 8/SGS/TN/IV2010 a.n. Samen Antsuna;
16. Kontrak
Perjanjian Sewa No.0002/65153/Daop 8/SGS/TN/IV2010 a.n. Lasiman;
17. Kontrak
Perjanjian Sewa No.0001/65153/Daop 8/SGS/TN/IV2010 a.n. Achmali;
18. Kontrak
Perjanjian Sewa No.0094/65153/Daop 8/SGS/TN/IV2010 a.n. Didik Suhartono;
19. Somasi I kepada penyewa
lahan PT. KAI tertanggal 27 Februari 2012;
20. Somasi II kepada penyewa
lahan PT. KAI tertanggal 18 Oktober 2012;
21. Somasi III kepada penyewa
lahan PT. KAI tertanggal 29 Oktober 2012;
22. Surat Pemberitahuan No. VII/001/4/35/3.8-2014 yang berisi tentang
pemberitahuan tidak dapat diperpanjang persewaan dan segera
mengosongkan lahan, tertanggal 23 Oktober 2014.
D. Analisis Hukum
1. Bahwa perjanjian jual beli
sertifikat Hak Guna Bangunan pada tanah seluas 2380m2
antara Sdr. Farid (selaku ahli waris
dari H. Basri) dengan Tatik Aryanti termasuk dalam penipuan sesuai ketentuan
pasal 378 KUHP
Untuk dapat menentukan
keabsahan dari perjanjian jual beli yang dilakukan oleh Sdr. Farid selaku ahli
waris dari Bapak H. Basri dengan Tatik Aryanti, terlebih dahulu perlu ditelaah
apakah jual beli tersebut sudah memenuhi syarat sah perjanjian sesuai
undang-undang yang berlaku.
Pasal 1320 KUHPerdata
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan
empat syarat:
1.
Sepakat mereka
yang mengikatkan dirinya;
2.
Kecakapan untuk
membuat suatu perikatan;
3.
Suatu hal
tertentu;
4.
Suatu sebab yang
halal.
Syarat 1 dan 2 merupakan
syarat subjektif, yang mana apabila tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut
dapat dibatalkan. Sedangkan syarat 3 dan 4 merupakan syarat objektif, bilamana
syarat ini tidak terpenuhi, maka konsekuensinya adalah batal demi hukum atau
tidak pernah dianggap terjadi.
Jika pasal tersebut
dikaitkan pada kasus ini, maka dijelaskan pada awalnya Tatik hanya akan membeli
atau mengganti hak garap kepada Sdr. Farid seluas 1250 m2. Setelah
perjanjian terjadi, ternyata di dalam sertifikat tersebut tercantum bahwa tanah
tersebut luasnya menjadi 2380 m2. Kelebihan tanah seluas 800 m2
tersebut merupakan tanah warga yang pada awalnya memang sempat dilakukan
penawaran oleh Tatik, namun warga tidak menyetujuinya. Kembali perlu
dipertanyakan apakah perjanjian jual beli tersebut dianggap sah, serta apakah
perjanjian tersebut mengikat layaknya undang-undang bagi para pihak yang
terlibat di dalamnya sesuai dengan asas Pacta
sunt servanda?
Secara yuridis, suatu
hubungan hukum yang dilakukan seseorang dengan orang lain yang semula sangat
bersifat keperdataan (individual contract),
seringkali dapat berkembang menjadi problem yang kompleks karena mengandung
aspek yuridis lain, misalnya dimensi kepidanaan. Peristiwa hukum berupa
perjanjian atau hubungan hutang piutang yang dilakukan antara dua orang
misalnya, ketika realisasi dari perjanjian atau hubungan hukum hutang piutang
tersebut tidak sesuai rencana semula atau terjadi "pengkhianatan" di
antara mereka, seringkali berubah menjadi kasus-kasus pidana sebagai penipuan,
penggelapan, dan sebagainya.[3]
Pasal 378 KUHP menyebutkan:
“Barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai
nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian
kebohongan menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya,
atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun"
Berdasar bunyi Pasal 378
KUHP diatas, maka secara yuridis delik penipuan harus memenuhi unsur-unsur
pokok berupa:
1. Unsur Subyektif
Delik berupa kesengajaan pelaku untuk menipu orang lain yang dirumuskan dalam
pasal undang-undang dengan kata-kata : “dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau arang lain secara melawan hukum".
2. Unsur Oyektif
Delik yang terdiri atas:
a. Unsur barang
siapa;
b. Unsur
menggerakkan orang lain agar orang lain tersebut menyerahkan suatu benda/memberi hutang/menghapuskan piutang;
c. Unsur cara
menggerakkan orang lain yakni dengan memakai nama palsu / martabat atau sifat
palsu/tipu muslihat/rangkaian kebohongan.[4]
Pengaturan lebih lanjut
dapat kembali dilihat pada KUHPerdata Pasal 1321 yang menyebutkan bahwa:
“Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan,
atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.”
Maka oleh sebab itu, menurut
hemat kami seharusnya dikarenakan sertifikat perjanjian jual beli antara Sdr.
Farid dengan Tatik Aryanti dapat dibatalkan karena mengandung unsur penipuan,
yang mengakibatkan unsur sepakat dalam perjanjian menjadi tidak sah.
2. Status a quo tanah milik PT. KAI
Hak-hak penguasaan atas tanah merupakan suatu
rangkaian yang berisikan wewenang, kewajiban dan/larangan bagi pemegang haknya
untuk berbuat sesuatu dengan tanah yang dihaki. ”Sesuatu” yang boleh, wajib,
dan/dilarang untu diperbuat itulah menjadi tolok ukur pembeda antara berbagai
hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah Negara yang
bersangkutan.[5]
Dalam Hukum Tanah Nasional ada bermacam-macam hak penguasaan atas tanah yang
dapat disusun dalam jenjang tata susunan atau hierarki sebagai berikut :
1. Hak Bangsa Indonesia;
2. Hak Menguasai dari Negara;
3. Hak Ulayat masyarakat hukum adat, sepanjang
menurut kenyataannya masih ada;
4. Hak-hak Individual yang meliputi :
a) Hak-hak atas
tanah :
1) Primer : Hak
milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan yang diberikan oleh Negara, dan Hak
Paki yang diberikan oleh Negara;
2) Sekunder : Hak
Guna Bangunan dan Hk Pakai, yang diberikan oleh pemilik tanah, Hak Gadai, Hak
Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, Hak Sewa, dan lain-lain;
b) Wakaf
Pada Kasus sengketa tanah
antara warga Dusun Karanglo, Desa Banjararum dengan Pemilik sertifikat Hak Guna
Bangunan Atas Nama Tati Aryanti. Status tanah tersebut adalah milik PT.KAI.
Karena dahulu adalah tanah milik asing, dan tanah milik asing akan menjadi
tanah milik Negara. Berawal dari adanya peralihan Hak Guna Bangunan di atas
tanah tersebut, terjadinya tumpang tindih hak yang dimiliki antara warga Dusun
Karanglo, Desa Banjararum yang menyewa tanah dari PT.KAI dengan Tati Aryanti
selaku pemilik sertifikat Hak Guna Bangunan dengan membeli/mengganti hak garap lahan seluas 1250m2 persegi dari Sdr. Farid
sebagai ahli waris dari H. Basri. Dilihat dari sisi subyek Hak Guna
Bangunan sesuai dengan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, yang
dapat menjadi Pemegang Hak Guna Bangunan adalah :
1) Warga Negara Indonesia;
Melihat peraturan tersebut, baik Warga Dusun Karanglo,
Desa Banjararum dan Tati Aryanti berhak untuk memperoleh Hak Guna Bangunan.
Sedangkan obyek yang disengketakan yaitu berupa tanah, menurut Pasal 21
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 jenis tanah yang dapat diberikan
dengan Hak Guna Bangunan adalah:
a. Tanah Negara;
b. Tanah Hak
Pengelolaan;
c. Tanah Hak Milik.
Sehingga terlihat jelas
bahwa masing-masing pihak baik Warga maupun Tati Aryanti memperoleh Hak Guna
Bangunan berasal dari pihak yang berbeda. Yaitu PT.KAI yang merupakan Tanah
Negara dan Sdr.
Farid sebagai ahli waris dari H. Basri yang merupakan Tanah Hak Milik.
Berdasarkan hal tersebut, mengenai
peralihan Hak Guna Bangunan telah dituangkan dalam Pasal 34 Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 ayat (1) yang berbunyi: “Hak Guna Bangunan dapat
beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Sedangkan pada ayat (2) Pengertian
beralih dan dialihkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 dapat
disebabkan karena :
a. Jual beli;
b. Tukar Menukar;
c. Penyertaan
Modal;
d. Hibah;
Sehingga jika melihat
pasal tersebut, tentu saja Tati Aryanti berhak atas Hak Guna Bangunan, karena
telah melakukan jual beli/mengganti hak garap dari Sdr. Farid sebagai ahli waris dari H.
Basri.
Sedangkan warga Dusun Karanglo adalah pihak yang yang juga sah, karena menyewa
langsung kepada pemilik tanah yang asli yaitu PT.KAI.
Dilihat dari proses kepemilikan Hak Guna
Bangunan dan sertifikat bukti kepemilikan Hak Guna Bangunan memperlihatkan
kejanggalan-kejanggalan yang juga dibenarkan oleh BPN (Badan Pertanahan
Nasional). Sehingga berdasarkan keputusan yang diambil oleh BPN yaitu dengan pemblokiran warka / Buku
Induk Tanah sertifikat HGB No. 29 atas nama Tatik Aryanti dengan penjelasan tanda pemblokiran tersebut
tidak dapat diubah, dihapus atau diganti oleh siapapun termasuk kepala BPN
pengganti kelak. Selama itu pula sertifikat tersebut tidak sah apabila
dilakukan alih milikkan kepada siapapun, sebelum pemblokiran dibatalkan.
Pemblokiran akan batal jika :
a. pihak warga melakukan gugat ke pengadilan.
b. warga dapat menunggu hingga
berakhir masa berlakunya sertifikat tersebut, yaitu tahun 2014 mendatang.
Sehingga dengan
dasar tersebut, jika dilihat pasca keluarnya pemblokiran oleh BPN Persoalan
status a quo dari tanah yang
disengketakan berdasarkan Hak untuk mendirikan atau mempunyai bangunan diatas
tanah tersebut tentunya adalah tanah milik Negara, dan tidak ada pihak yang berhak untuk mengelola, mendirikan,
dan mempunyai bangunan di tanah tersebut sampai tahun 2014. Sehingga segala
jual beli yang dilakukan oleh Atik Aryanti kepada Hartanto, kemudian kepada
Iskak menjadi batal demi hukum. Karena Atik Artanti telah melanggar klausul
yang terdapat dalam tanda pemblokiran yang dikeluarkan oleh BPN.
Mengenai status tanah
pada saat berakhirnya masa pemblokiran pada tahun 2014, sudah menjadi kewajiban
BPN untuk memberikan kepastian mengenai kepemilikan tanah sengketa tersebut,
berdasarkan Pasal 26 Peraturan Kepala Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus
Pertanahan yang berbunyi :
1) Penanganan kasus
pertanahan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.
2) Penanganan kasus
pertanahan sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) untuk memastikan tidak terdapat
tumpang tindih pemanfaatan, tumpang tindih penggunaan, tumpang tindih
penguasaan dan tumpang tindih pemilikan tanah.[9]
Kemudian diselesaikan oleh BPN melalui 5 kriteria yang termaktub didalam
Pasal 72 Peraturan Kepala Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.
3.
Pengosongan Lahan
Yang Dilakukan Oleh PT. KAI Sah Secara Hukum
Pada dasarnya PT KAI
melakukan rencana pengosongan lahan miliknya tersebut atas dasar Kontrak
Perjanjian Sewa yang telah disepakati antara PT. KAI dengan masing-masing
penyewa. Kontrak Perjanjian Sewa yang dimaksud merupakan perjanjian yang
mengikat kedua belah. Maka jika dilihat eksistensi perjanjian sebagai salah
satu sumber perikatan dapat kita temui landasannya pada ketentuan Pasal 1233
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa : “Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena perjanjian baik karena
undang-undang”. Ketentuan tersebut dipertegas lagi dengan rumusan ketentuan
Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di
mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.”
Setiap perjanjian yang melahirkan suatu perikatan diantara kedua belah pihak
adalah mengikat bagi kedua belah pihak yang membuat perjanjian, hal ini
berdasarkan atas ketentuan hukum yang berlaku di dalam Pasal 1338 (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “Semua
persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.”
Perjanjian harus memenuhi syarat sahnya
perjanjian, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk
membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Dengan
terpenuhinya empat syarat sahnya perjanjian, maka secara hukum adalah mengikat
bagi para pihak yang membuatnya.
Sewa menyewa adalah merupakan perjanjian timbal balik yang bagi
masing-masing pihak menimbulkan perikatan terhadap yang lain. Perjanjian timbal
balik seringkali juga disebut perjanjian bilateral atau perjanjian dua pihak.
Jika sewa menyewa itu diadakan secara tertulis, sewa akan berakhir demi hukum
apabila waktu yang ditentukan sudah habis tanpa memerlukan suatu pemberitahuan
pemberhentiannya.
Pada dasarnya suatu perjanjian akan berlangsung dengan baik jika para
pihak yang melakukan perjanjian tersebut dilandasi oleh itikad baik (good faith), namun apabila salah satu
pihak tidak beritikad baik atau tidak melaksanakan kewajibannya maka akan
timbul perbuatan wanprestasi. Seperti halnya yang terjadi pada perjanjian sewa
menyewa yang telah dilakukan PT. KAI
Daerah Operasi VII Surabaya dengan beberapa warga Dusun Karanglo, Desa
Banjararum. Dalam Kontrak Perjanjian Sewa disebutkan bahwa berakhirnya masa
sewa yakni pada tanggal 31 Maret 2011. Tetapi warga tidak segera mengosongkan
lahan milik PT. KAI tersebut, maka warga yang menyewa tersebut melakukan
wanprestasi/ ingkar janji.
Maka tindakan yang dilakukan PT. KAI Daerah Operasi VII Surabaya adalah
dengan mengirimkan beberapa kali somasi yakni Somasi I pada tanggal 27 Februari
2012; Somasi II pada tanggal 18 Oktober
2012; dan Somasi III pada tanggal 29 Oktober 2012. Semua somasi tersebut
intinya memberitahukan bahwa masa sewa telah berakhir pada 31 Maret 2011 dan
oleh karena warga penyewa segera melakukan pengosongan lahan.
Dengan ketiga somasi tersebut, warga tidak menghiraukan tetapi malah
memilih untuk tetap menggunakan lahan tersebut, maka akhirnya pada tanggal 23
Oktober 2014 PT. KAI Daerah Operasi VII Surabaya mengirimkan surat
pemberitahuan dengan No.VII/001/4/35/3.8-2014 yang berisi tentang pemberitahuan
bahwa persewaan di Jalan Raya Karanglo Singosari tidak dapat diperpanjang dan
paling lambat pada hari minggu tanggal 26 Oktober 2014 objek sewa harus segera
dikosongkan.
Dari penjelasan di atas maka terbukti warga yang menyewa lahan PT. KAI
tersebut sudah terbukti melakukan wanprestasi atas Kontrak Sewa Perjanjian yang
telah disepakati kedua belah pihak. Dan atas dasar itulah maka PT. KAI berhak
melakukan pengosongan lahan yang dimaksud, serta hal itu sah secara hukum. Dan
pada akhirnya pada tanggal 28 Oktober 2014 Tim
Operasi Tertib Daop 8 PT KAI membongkar paksa bangunan yang berdiri di lahan sengketa tersebut.
E. Kesimpulan
dan Rekomendasi
- Perjanjian jual beli sertifikat Hak Guna Bangunan pada tanah seluas 2380 m2 antara Sdr. Farid (selaku ahli waris dari H. Basri) dengan Tatik Aryanti termasuk dalam penipuan, dan dapat dibatalkan karena mengandung unsur penipuan, yang mengakibatkan unsur sepakat dalam perjanjian menjadi tidak sah.
- Dilihat pasca keluarnya pemblokiran oleh BPN, persoalan status a quo dari tanah yang disengketakan berdasarkan hak untuk mendirikan atau mempunyai bangunan di atas tanah tersebut tentunya adalah tanah milik Negara, dalam hal ini milik PT. KAI dan tidak ada pihak yang berhak untuk mengelola, mendirikan, dan mempunyai bangunan di tanah tersebut tanpa seijin / menyewa dari PT. KAI.
3. Dan warga yang
menyewa lahan PT. KAI tersebut sudah terbukti melakukan wanprestasi atas
Kontrak Sewa Perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak karena masa sewa
telah habis pada tanggal 31 Maret 2011. Dan atas dasar itulah maka PT. KAI
berhak melakukan pengosongan lahan yang dimaksud, serta hal itu sah secara
hukum. Maka sebaiknya warga menerima apa yang telah disepakati dan harus
menerima jika PT. KAI tidak sepakat untuk menyetujui perpanjangan sewa, dan warga
juga harus menerima bahwa pada tanggal 28 Oktober 2014 Tim Operasi Tertib Daop
8 PT KAI membongkar paksa bangunan yang berdiri di lahan sengketa tersebut.
[1] Legal Opinion ini untuk
memenuhi Ujian Akhir Semester, mata kuliah Logika dan Penalaran Hukum, Kelas A,
Dosen Pengampu Dr. Muchamad Ali Safa'at, SH., MH. Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang, 2015.
[2] Sumber
bahan hukum (kecuali peraturan perundang-undangan) dalam Legal Opinion
ini didapat secara langsung dari Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum
(BKBH) Fakultas Hukum UB.
[3] M. Abdul Kholiq, Tinjauan Yuridis tentang Perbedaan Wanprestasi, Penipuan dan Penggelapan (online),http://pkbh.uii.ac.id/analisa-hukum/analisa-hukum/tinjauan-yuridis-tentang-perbedaan-wan-prestasi-penipuan-dan-penggelapan.html (diakses pada 7 Januari 2015)
[3] M. Abdul Kholiq, Tinjauan Yuridis tentang Perbedaan Wanprestasi, Penipuan dan Penggelapan (online),http://pkbh.uii.ac.id/analisa-hukum/analisa-hukum/tinjauan-yuridis-tentang-perbedaan-wan-prestasi-penipuan-dan-penggelapan.html (diakses pada 7 Januari 2015)
[4] Ibid
[5] Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan
Undang-undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta,
2003, Hlm. 89
[7] Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah.
[9] Pasal 26 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Kepala Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus
Pertanahan.
ganapati chaturthi 2019 - YouTube
ReplyDelete› youtube › ganapati_chaturthi_2019 › youtube › ganapati_chaturthi_2019 Jul 25, 2019 — Jul 25, 2019 ganapati chaturthi 2019-16-23-11-19 how to convert youtube to mp3 Ganapati Chaturthi 2019 Ganapati Chaturthi 2019-11-19-17 Ganapati Chaturthi 2019-11-19-17.
Cool and I have a super proposal: Whole House Renovation Cost cost to gut and renovate a house
ReplyDelete