Thursday, January 8, 2015

Legal Opinion (Pendapat Hukum)



Legal Opinion (Pendapat Hukum)
Tentang Sengketa Lahan di Jalan Raya Karanglo, Kecamatan Singosari, Kab. Malang antara Warga dengan PT KAI[1]

A.    Identifikasi Fakta Hukum (Posisi Kasus)
1. Bahwa pada tahun 1988 Kepala Desa Banjararum, Singosari mengambil inisiatif bahwa, lahan PT.KAI (dahulu PJKA) disebelah selatan jembatan sungai Karanglo dimanfaatkan untuk lahan usaha, sebagai upaya peningkatan kesejahteraan warga Dusun Karanglo, Desa Banjararum khususnya. Sejak tahun 1989 beberapa warga yang berminat sudah mendaftarkan diri. Melalui Kepala Stasiun Singosari lahan yang sudah menjadi beberapa petak tersebut dilaporkan. Warga mendaftarkan diri sebagai pihak penyewa lahan kepada PT.KAI / PJKA. Oleh karena itu sejak tahun 1988 tidak dapat disangkal lagi bahwa di lahan tanah PT. KAI tersebut diatas telah berdiri beberapa bangunan, baik bangunan berbentuk permanen maupun semi permanen. Dengan bukti pembayaran sewa lahan selama 1989 hingga 1991, berupa bukti pembayaran sewa dari PT.KAI Stasiun Singosari yang dibuat pada tanggal 23 Maret 1991. 
2. Bahwa penyelesaian izin resmi sewa lahan tidak kunjung selesai walaupun beberapa kali pada tahun 1991 hingga tahun 2005 warga telah mengusahakan tertib administrasi dan keuangan dengan membayar biaya ongkos pengurusan izin kepada oknum staf bagian properti yang mengaku sebagai Kepala Bagian Properti  stasiun malang.
3. Bahwa pada awal tahun 2007 warga baru menyadari bahwa telah ditipu oleh oknum tidak bertanggungjawab dari PT. KAI. Setelah mengetahui cara dan prosedur pengurusan izin sewa yang benar, warga mengajukan permohonan izin sewa ke PT. KAI melalui Bagian Properti Wilayah Stasiun Malang yang dilayani oleh Bapak Sunarto selaku Kepala Bagian Properti Wilayah Stasiun Malang, maka terbitlah surat izin sekaligus perjanjian sewa dari Daop VIII Surabaya yang dibuat pada tanggal 9 April 2007. Pada saat mengajukan permohonan izin sewa tersebut terdapat masalah antara pemilik sertifikat Hak Guna Bangunan atas lahan di sebelah timur lahan PT.KAI dengan warga Gang Mantep yaitu keberadaan dari sertifikat HGB No. 29 atas nama Tatik Aryanti tersebut terdapat indikasi cacat hukum.
4. Bahwa ada 4 (empat) indikasi cacat hukum yang terdapat pada sertifikat HGB No.29 tersebut, yaitu sebagai berikut:
a.    Bahwa pada tahun 1992 Tatik Aryanti mengajukan permohonan HGB ke pihak BPN Kab. Malang dan diatas lahan yang diajukan tersebut telah berdiri beberapa rumah. Rumah – rumah tersebut dibangun oleh warga di atas tanah dengan dasar memberi dana kompensasi ke Desa Banjararum, sebelumnya status tanah tersebut adalah tanah bekas milik asing yang telah dimanfaatkan oleh desa Banjararum sebagai lahan Kebun bibit desa. Pada pertengahan tahun 1986 melalui suatu rembuk desa yang dihadiri pula oleh para pejabat dari Kecamatan Singosari lahan dibagikan kepada warga yang belum memiliki rumah. Sejak tahun 1986 beberapa rumah telah berdiri diatasnya. Di dalam lembar sertifikat HGB tercantum berdiri diatasnya tiga buah rumah. Padahal pemilik rumah tersebut memperoleh haknya dari hasil rembug desa dan tidak/belum pernah melakukan transaksi ganti rugi, jual-beli atau sejenisnya, yang berakibat beralihnya hak atas rumah tersebut kepada pihak Tatik Aryanti.
b. Bahwa sesuai penjelasan tertulis dari Bapak Naseri selaku Kepala Desa pada saat itu bahwa, Tatik Aryanti hanya membeli / mengganti hak garap lahan seluas 1250 m2 dari Sdr. Farid sebagai ahli waris dari H. Basri . Memang telah terjadi penawaran dari pihak Tatik Aryanti kepada sebagian dari pemilik rumah diatas lahan bekas kebun Bibit Desa  yang luasnya sekitar 800 m2. Namun warga tidak bersedia menerima di ganti rugi. Jika dihitung kedua lahan diatas maka jumlahnya hanya seluas 2100 m2. Didalam sertifikat tercantum seluas 2380 m2, jelas tidak dapat dipertanggungjawabkan dari 1250 m2 menjadi 2380 m2.
c. Bahwa batas-batas yang tersebut di dalam lembar sertifikat disebutkan bahwa batas sebelah selatan adalah tanah milik sekolah (SDN Banjararum I Singosari), dengan mengacu pada luas yang tercantum di dalam sertifikat, berarti seluas sekitar 280 m2 adalah milik SDN Banjararum I yang ikut pula diakui sebagai bagian dari sertifikat tersebut. Ditemukan bukti kesanggupan pemberian ganti rugi kepada warga yang telah menguasai dan memanfaatkan lahan bekas Kebun Bibit Desa. Tetapi realisasinya hal tersebut belum / tidak pernah terjadi, bukti tertulis transaksi ganti rugi tidak ditemukan.
Berdasarkan pemahaman tersebut warga Gang Mantep, Jl. Raya Karanglo Singosari, Malang mengajukan permohonan penangguhan sertifikat (pemblokiran) terhadap sertifikat HGB No 29 a.n Tatik Aryanti dengan mengirimkan surat kepada pihak yang terkait. Dari jajaran Badan Pertahanan mulai dari BPN Kab. Malang hingga BPN Pusat di Jakarta. Kepada jajaran kepolisian dari Polsek Singosari hingga Polda Jawa Timur. Dari jajaran legislatif mulai dari DPRD Kab. Malang hingga DPR RI. Pengaduan juga kepada Komnas HAM Jakarta. Dari jajaran pemerintahan dari pemerintahan desa yakni Desa Banjararum hingga pemerintah Provinsi Jawa Timur. Hingga masing masing memberikan surat tanggapan untuk dilakukan proses pemblokiran.
5.    Bahwa pada akhirnya seluruh warga Gang Mantep, Karanglo, Singosari – Malang  diundang oleh kepala BPN  Kab. Malang ke kantor BPN Kab.Malang untuk dijelaskan dan ditunjukkan kepada warga, atas langkah yang telah diambil oleh kepala BPN Kab. Malang berupa pemblokiran warka / Buku Induk Tanah sertifikat HGB No. 29 atas nama Tatik Aryanti. Dengan penjelasan, tanda pemblokiran tersebut tidak dapat diubah, dihapus, atau diganti oleh siapapun termasuk kepala BPN pengganti kelak. Selama itu pula sertifikat tersebut tidak sah apabila dilakukan alih milik kepada siapapun, sebelum pemblokiran dibatalkan. Pemblokiran akan batal jika :
a.  pihak warga melakukan gugat ke pengadilan.;
b. warga dapat menunggu hingga berakhir masa berlakunya sertifikat tersebut, yaitu tahun 2014 mendatang.
Warga Gang Mantep memilih cara damai yaitu menunggu berakhirnya masa berlakunya sertifikat.
6.   Bahwa setelah pemblokiran warka / Buku Induk Tanah sertifikat HGB No.29 atas nama Tatik Aryanti terjadilah pergantian pemilik melalui akta jual beli sedangkan para penjual dan pembeli telah mengetahui secara persis riwayat atas tanah dengan sertifikat HGB No. 29 tersebut. Transaksi jual beli telah berlangsung dari Tatik Aryanti ke Hartanto, kemudian dari Hartanto ke Iskak.
7.  Bahwa diawali dengan pihak Iskak komplain ke PT. KAI disertai permintaan penghentian perpanjangan sewanya terhadap warga sebelah barat tanah miliknya. Yang hasilnya pembayaran perpanjangan sewa warga sejak masa tahun 2010 ditangguhkan. Pembayaran biaya sewa yang biasanya dapat dilakukan di Bagian Properti Wilayah Malang ditolak. Tetapi anehnya saat pembayaran dilakukan di Bagian Keuangan Daop VIII Surabaya diterima/ dilayani dengan bukti pembayaran yang sah. Proses pengajuan permohonan perpanjangan sewa dan pembayaran dibuat secara tertulis untuk tahun sewa 2010 hingga 2011. Permohonan diajukan kepada Manajer Aset Non Produksi Daop VIII, pada tanggal 10 Maret 2010.
8.     Bahwa langkah berikut yang dilakukan oleh Iskak atau perwakilannya adalah dengan menggunakan aparat desa melalui musyawarah desa. Diwakili oleh kuasa hukumnya. Dan melakukan penggusuran warga melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Setelah itu Iskak menggunakan jalur hukum dengan melakukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Kabupaten Malang dengan nomor register perkara No. 85/Pdt.G/2010/PN Kpj tertanggal 23 Agustus 2010 dan penyewa lahan PT.KAI sebagai tergugat. Namun dipertengahan jalan gugatan tersebut dicabut oleh penggugat tanpa ada alasan yang jelas, mengenai hal tersebut tertuang dalam Risalah Pemberitahuan Pencabutan Perkara No. 85/Pdt.G/2010/PN Kpj tertanggal 1 Desember 2010.
9.      Bahwa berdasarkan:
a.   Kontrak Perjanjian Sewa No. 0096/65153/Daop 8/SGS/TN/IV2010 a.n. Samen Antsuna yang berakhir pada tanggal 31 Maret 2011;
b.   Kontrak Perjanjian Sewa No. 0002/65153/Daop 8/SGS/TN/IV2010 a.n. Lasiman yang berakhir pada tanggal 31 Maret 2011;
c.   Kontrak Perjanjian Sewa No. 0001/65153/Daop 8/SGS/TN/IV2010 a.n. Achmali yang berakhir pada tanggal 31 Maret 2011;
d.      Kontrak Perjanjian Sewa No. 0094/65153/Daop 8/SGS/TN/IV2010 a.n. Didik Suhartono yang berakhir pada tanggal 31 Maret 2011;
e.     Kontrak Perjanjian Sewa No. 005/65153/Daop 8/SGS/TN/IV2010 a.n. Khomariyah yang berakhir pada tanggal 31 Maret 2011.
Maka pada tanggal 27 Februari 2012 PT. KAI Daerah Operasi VII Surabaya mengirimkan Somasi I kepada semua penyewa tanah milik PT. KAI yang isi Somasi I tersebut memberitahukan kepada semua penyewa bahwa perjanjian telah berakhir pada tanggal 31 Maret 2011.
10. Bahwa berdasarkan semua kontrak perjanjian sewa dengan masing-masing penyewa dan Surat Manager Pengusahaan Aset 8 Surabaya Nomor 177 /PA.8/II/2012 tertanggal 27 Februari 2012 perihal Somasi I, maka pada tanggal 18 Oktober 2012 PT. KAI Daerah Operasi VII Surabaya mengirimkan Somasi II kepada semua penyewa tanah milik PT. KAI, yang isi Somasi II tersebut memberitahukan kepada semua penyewa bahwa terhitung tanggal 29 Oktober 2012 lahan milik PT. KAI yang ditempati semua penyewa agar segera untuk dikosongkan.
11.  Bahwa berdasarkan semua kontrak perjanjian sewa dengan masing-masing penyewa, Surat Manager Pengusahaan Aset 8 Surabaya Nomor 177 /PA.8/II/2012 tertanggal 27 Februari 2012 perihal Somasi I dan Surat Ketua Pokja Optimalisasi Aset Daop VIII Surabaya No 1/Pokja_Aset_8/X/2012 tertanggal 18 Oktober 2012 perihal Somasi II. Maka pada tanggal 29 Oktober 2012 PT. KAI Daerah Operasi VII Surabaya mengirimkan Somasi III kepada semua penyewa tanah milik PT. KAI, yang isi Somasi III tersebut memberitahukan kepada semua penyewa bahwa batas waktu pengosongan Somasi II telah jatuh tempo, dan selanjutnya memberikan batas waktu 7 (tujuh) dari tertanggalnya Somasi III untuk mengosongkan lahan. Apabila dalam waktu yang ditentukan belum melakukan pengosongan maka bangunan yang berdiri di lahan milik PT. KAI akan segera dilakukan tindakan pengosongan.
12.  Bahwa pada tanggal 23 Oktober 2014 PT. KAI Daerah Operasi VII Surabaya mengirimkan surat pemberitahuan dengan No. VII/001/4/35/3.8-2014 yang berisi tentang pemberitahuan bahwa persewaan di Jalan Raya Karanglo Singosari tidak dapat diperpanjang dan paling lambat pada hari minggu tanggal 26 Oktober 2014 objek sewa harus segera dikosongkan.
13. Bahwa pada tanggal 28 Oktober 2014 Tim Operasi Tertib Daop 8 PT KAI membongkar paksa bangunan yang berdiri di lahan sengketa tersebut.
B. Permasalahan Hukum
1. Apakah perjanjian jual beli sertifikat Hak Guna Bangunan pada tanah seluas 2380 m2 antara Sdr. Farid (selaku ahli waris dari H. Basri) dengan Tatik Aryanti termasuk dalam penipuan sesuai ketentuan pasal 378 KUHP?
2.  Bagaimana status a quo tanah milik PT. KAI tersebut?
3.  Apakah pengosongan lahan yang dilakukan oleh PT. KAI tersebut sah secara hukum?
C. Bahan Hukum[2]
1.      Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
2.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
3.      Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria;
4.     Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah;
5.     Peraturan Kepala Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan;
6.      Bukti Pembayaran Sewa dari PT.KAI Stasiun Singosari, tanggal 23 maret 1991;
7.      Perjanjian Sewa dari Daop VIII Surabaya, tanggal 9 April 2007;
8.      Sertifikat HGB No. 29 tahun 1994 atas nama Tatik Aryanti BPN Kab. Malang;
9.    Tanggapan Pemerintah Propinsi Jawa Timur, No. 181.1/3508/013/2006 Tentang pembatalan sertifikat HGB No.29 Desa Banjararum, Kec. Singosari, Kab. Malang tertanggal 04 April 2006;
10. Permohonan Perpanjangan Sewa kepada manager aset non produksi Daop VIII, tanggal 10 Maret 2010;
11.  Notulen hasil musyawarah warga dengan Desa Banjararum, tanggal 8 Juni 2010;
12.  Notulen Rapat dengan Satpol PP Kab. Malang tanggal 13 Januari 2010;
13.  Gugatan perkara perdata dengan No. 85/Pdt.G/2010/PN Kpj tertanggal 23 Agustus 2010;
14.  Risalah Pemberitahuan Pencabutan Perkara No. 85/Pdt.G/2010/PN Kpj tertanggal 1 Desember 2010;
15.  Kontrak Perjanjian Sewa No.0096/65153/Daop 8/SGS/TN/IV2010 a.n. Samen Antsuna;
16.  Kontrak Perjanjian Sewa No.0002/65153/Daop 8/SGS/TN/IV2010 a.n. Lasiman;
17.  Kontrak Perjanjian Sewa No.0001/65153/Daop 8/SGS/TN/IV2010 a.n. Achmali;
18.  Kontrak Perjanjian Sewa No.0094/65153/Daop 8/SGS/TN/IV2010 a.n. Didik Suhartono;
19.  Somasi I kepada penyewa lahan PT. KAI tertanggal 27 Februari 2012;
20.  Somasi II kepada penyewa lahan PT. KAI tertanggal 18 Oktober 2012;
21.  Somasi III kepada penyewa lahan PT. KAI tertanggal 29 Oktober 2012;
22. Surat Pemberitahuan  No. VII/001/4/35/3.8-2014 yang berisi tentang pemberitahuan tidak dapat diperpanjang persewaan dan segera mengosongkan lahan, tertanggal 23 Oktober 2014.

D. Analisis Hukum
1.  Bahwa perjanjian jual beli sertifikat Hak Guna Bangunan pada tanah seluas 2380m2 antara Sdr. Farid (selaku ahli waris dari H. Basri) dengan Tatik Aryanti termasuk dalam penipuan sesuai ketentuan pasal 378 KUHP
       Untuk dapat menentukan keabsahan dari perjanjian jual beli yang dilakukan oleh Sdr. Farid selaku ahli waris dari Bapak H. Basri dengan Tatik Aryanti, terlebih dahulu perlu ditelaah apakah jual beli tersebut sudah memenuhi syarat sah perjanjian sesuai undang-undang yang berlaku.
Pasal 1320 KUHPerdata
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3.      Suatu hal tertentu;
4.      Suatu sebab yang halal.
       Syarat 1 dan 2 merupakan syarat subjektif, yang mana apabila tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan syarat 3 dan 4 merupakan syarat objektif, bilamana syarat ini tidak terpenuhi, maka konsekuensinya adalah batal demi hukum atau tidak pernah dianggap terjadi.
       Jika pasal tersebut dikaitkan pada kasus ini, maka dijelaskan pada awalnya Tatik hanya akan membeli atau mengganti hak garap kepada Sdr. Farid seluas 1250 m2. Setelah perjanjian terjadi, ternyata di dalam sertifikat tersebut tercantum bahwa tanah tersebut luasnya menjadi 2380 m2. Kelebihan tanah seluas 800 m2 tersebut merupakan tanah warga yang pada awalnya memang sempat dilakukan penawaran oleh Tatik, namun warga tidak menyetujuinya. Kembali perlu dipertanyakan apakah perjanjian jual beli tersebut dianggap sah, serta apakah perjanjian tersebut mengikat layaknya undang-undang bagi para pihak yang terlibat di dalamnya sesuai dengan asas Pacta sunt servanda?
       Secara yuridis, suatu hubungan hukum yang dilakukan seseorang dengan orang lain yang semula sangat bersifat keperdataan (individual contract), seringkali dapat berkembang menjadi problem yang kompleks karena mengandung aspek yuridis lain, misalnya dimensi kepidanaan. Peristiwa hukum berupa perjanjian atau hubungan hutang piutang yang dilakukan antara dua orang misalnya, ketika realisasi dari perjanjian atau hubungan hukum hutang piutang tersebut tidak sesuai rencana semula atau terjadi "pengkhianatan" di antara mereka, seringkali berubah menjadi kasus-kasus pidana sebagai penipuan, penggelapan, dan sebagainya.[3]
Pasal 378 KUHP menyebutkan:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun"
       Berdasar bunyi Pasal 378 KUHP diatas, maka secara yuridis delik penipuan harus memenuhi unsur-unsur pokok berupa:
1.    Unsur Subyektif Delik berupa kesengajaan pelaku untuk menipu orang lain yang dirumuskan dalam pasal undang-undang dengan kata-kata : “dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau arang lain secara melawan hukum".
2.      Unsur Oyektif Delik yang terdiri atas:
a.       Unsur barang siapa;
b. Unsur menggerakkan orang lain agar orang lain tersebut menyerahkan suatu benda/memberi hutang/menghapuskan piutang;
c.       Unsur cara menggerakkan orang lain yakni dengan memakai nama palsu / martabat atau sifat palsu/tipu muslihat/rangkaian kebohongan.[4]
       Pengaturan lebih lanjut dapat kembali dilihat pada KUHPerdata Pasal 1321 yang menyebutkan bahwa:
 Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.”
     Maka oleh sebab itu, menurut hemat kami seharusnya dikarenakan sertifikat perjanjian jual beli antara Sdr. Farid dengan Tatik Aryanti dapat dibatalkan karena mengandung unsur penipuan, yang mengakibatkan unsur sepakat dalam perjanjian menjadi tidak sah.

2.    Status a quo tanah milik PT. KAI
Hak-hak penguasaan atas tanah merupakan suatu rangkaian yang berisikan wewenang, kewajiban dan/larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu dengan tanah yang dihaki. ”Sesuatu” yang boleh, wajib, dan/dilarang untu diperbuat itulah menjadi tolok ukur pembeda antara berbagai hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah Negara yang bersangkutan.[5] Dalam Hukum Tanah Nasional ada bermacam-macam hak penguasaan atas tanah yang dapat disusun dalam jenjang tata susunan atau hierarki sebagai berikut :
1.       Hak Bangsa Indonesia;
2.       Hak Menguasai dari Negara;
3.       Hak Ulayat masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada;
4.       Hak-hak Individual yang meliputi :
a)      Hak-hak atas tanah :
1)      Primer : Hak milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan yang diberikan oleh Negara, dan Hak Paki yang diberikan oleh Negara;
2)      Sekunder : Hak Guna Bangunan dan Hk Pakai, yang diberikan oleh pemilik tanah, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, Hak Sewa, dan lain-lain;
b)      Wakaf
c)      Hak Jaminan Atas tanah : Hak Tanggungan.[6]
          Pada Kasus sengketa tanah antara warga Dusun Karanglo, Desa Banjararum dengan Pemilik sertifikat Hak Guna Bangunan Atas Nama Tati Aryanti. Status tanah tersebut adalah milik PT.KAI. Karena dahulu adalah tanah milik asing, dan tanah milik asing akan menjadi tanah milik Negara. Berawal dari adanya peralihan Hak Guna Bangunan di atas tanah tersebut, terjadinya tumpang tindih hak yang dimiliki antara warga Dusun Karanglo, Desa Banjararum yang menyewa tanah dari PT.KAI dengan Tati Aryanti selaku pemilik sertifikat Hak Guna Bangunan dengan membeli/mengganti hak garap lahan seluas 1250m2 persegi dari Sdr. Farid sebagai ahli waris dari H. Basri. Dilihat dari sisi subyek Hak Guna Bangunan sesuai dengan Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, yang dapat menjadi Pemegang Hak Guna Bangunan adalah :
1)   Warga Negara Indonesia;
2)   Badan Hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.[7]
Melihat peraturan tersebut, baik Warga Dusun Karanglo, Desa Banjararum dan Tati Aryanti berhak untuk memperoleh Hak Guna Bangunan. Sedangkan obyek yang disengketakan yaitu berupa tanah, menurut Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 jenis tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah:
a.       Tanah Negara;
b.      Tanah Hak Pengelolaan;
c.       Tanah Hak Milik.
        Sehingga terlihat jelas bahwa masing-masing pihak baik Warga maupun Tati Aryanti memperoleh Hak Guna Bangunan berasal dari pihak yang berbeda. Yaitu PT.KAI yang merupakan Tanah Negara dan Sdr. Farid sebagai ahli waris dari H. Basri yang merupakan Tanah Hak Milik.
       Berdasarkan hal tersebut, mengenai peralihan Hak Guna Bangunan telah dituangkan dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 ayat (1) yang berbunyi: “Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Sedangkan pada ayat (2) Pengertian beralih dan dialihkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 dapat disebabkan karena :
a.       Jual beli;
b.      Tukar Menukar;
c.       Penyertaan Modal;
d.      Hibah;
e.       Pewarisan.[8]
          Sehingga jika melihat pasal tersebut, tentu saja Tati Aryanti berhak atas Hak Guna Bangunan, karena telah melakukan jual beli/mengganti hak garap dari Sdr. Farid sebagai ahli waris dari H. Basri. Sedangkan warga Dusun Karanglo adalah pihak yang yang juga sah, karena menyewa langsung kepada pemilik tanah yang asli yaitu PT.KAI.
         Dilihat dari proses kepemilikan Hak Guna Bangunan dan sertifikat bukti kepemilikan Hak Guna Bangunan memperlihatkan kejanggalan-kejanggalan yang juga dibenarkan oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional). Sehingga berdasarkan keputusan yang diambil oleh BPN yaitu dengan pemblokiran warka / Buku Induk Tanah sertifikat HGB No. 29 atas nama Tatik Aryanti dengan penjelasan tanda pemblokiran tersebut tidak dapat diubah, dihapus atau diganti oleh siapapun termasuk kepala BPN pengganti kelak. Selama itu pula sertifikat tersebut tidak sah apabila dilakukan alih milikkan kepada siapapun, sebelum pemblokiran dibatalkan. Pemblokiran akan batal jika :
a.  pihak warga melakukan gugat ke pengadilan.
b. warga dapat menunggu hingga berakhir masa berlakunya sertifikat tersebut, yaitu tahun 2014 mendatang.
          Sehingga dengan dasar tersebut, jika dilihat pasca keluarnya pemblokiran oleh BPN Persoalan status a quo dari tanah yang disengketakan berdasarkan Hak untuk mendirikan atau mempunyai bangunan diatas tanah tersebut tentunya adalah tanah milik Negara, dan tidak ada  pihak yang berhak untuk mengelola, mendirikan, dan mempunyai bangunan di tanah tersebut sampai tahun 2014. Sehingga segala jual beli yang dilakukan oleh Atik Aryanti kepada Hartanto, kemudian kepada Iskak menjadi batal demi hukum. Karena Atik Artanti telah melanggar klausul yang terdapat dalam tanda pemblokiran yang dikeluarkan oleh BPN.
        Mengenai status tanah pada saat berakhirnya masa pemblokiran pada tahun 2014, sudah menjadi kewajiban BPN untuk memberikan kepastian mengenai kepemilikan tanah sengketa tersebut, berdasarkan Pasal 26 Peraturan Kepala Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan yang berbunyi :
1)  Penanganan kasus pertanahan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.
2)      Penanganan kasus pertanahan sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) untuk memastikan tidak terdapat tumpang tindih pemanfaatan, tumpang tindih penggunaan, tumpang tindih penguasaan dan tumpang tindih pemilikan tanah.[9]
Kemudian diselesaikan oleh BPN melalui 5 kriteria yang termaktub didalam Pasal 72 Peraturan Kepala Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.

3.      Pengosongan Lahan Yang Dilakukan Oleh PT. KAI Sah Secara Hukum
        Pada dasarnya PT KAI melakukan rencana pengosongan lahan miliknya tersebut atas dasar Kontrak Perjanjian Sewa yang telah disepakati antara PT. KAI dengan masing-masing penyewa. Kontrak Perjanjian Sewa yang dimaksud merupakan perjanjian yang mengikat kedua belah. Maka jika dilihat eksistensi perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan dapat kita temui landasannya pada ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa : “Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena perjanjian baik karena undang-undang”. Ketentuan tersebut dipertegas lagi dengan rumusan ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.” Setiap perjanjian yang melahirkan suatu perikatan diantara kedua belah pihak adalah mengikat bagi kedua belah pihak yang membuat perjanjian, hal ini berdasarkan atas ketentuan hukum yang berlaku di dalam Pasal 1338 (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
         Perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Dengan terpenuhinya empat syarat sahnya perjanjian, maka secara hukum adalah mengikat bagi para pihak yang membuatnya.
Sewa menyewa adalah merupakan perjanjian timbal balik yang bagi masing-masing pihak menimbulkan perikatan terhadap yang lain. Perjanjian timbal balik seringkali juga disebut perjanjian bilateral atau perjanjian dua pihak. Jika sewa menyewa itu diadakan secara tertulis, sewa akan berakhir demi hukum apabila waktu yang ditentukan sudah habis tanpa memerlukan suatu pemberitahuan pemberhentiannya.
Pada dasarnya suatu perjanjian akan berlangsung dengan baik jika para pihak yang melakukan perjanjian tersebut dilandasi oleh itikad baik (good faith), namun apabila salah satu pihak tidak beritikad baik atau tidak melaksanakan kewajibannya maka akan timbul perbuatan wanprestasi. Seperti halnya yang terjadi pada perjanjian sewa menyewa yang telah  dilakukan PT. KAI Daerah Operasi VII Surabaya dengan beberapa warga Dusun Karanglo, Desa Banjararum. Dalam Kontrak Perjanjian Sewa disebutkan bahwa berakhirnya masa sewa yakni pada tanggal 31 Maret 2011. Tetapi warga tidak segera mengosongkan lahan milik PT. KAI tersebut, maka warga yang menyewa tersebut melakukan wanprestasi/ ingkar janji.
Maka tindakan yang dilakukan PT. KAI Daerah Operasi VII Surabaya adalah dengan mengirimkan beberapa kali somasi yakni Somasi I pada tanggal 27 Februari 2012;  Somasi II pada tanggal 18 Oktober 2012; dan Somasi III pada tanggal 29 Oktober 2012. Semua somasi tersebut intinya memberitahukan bahwa masa sewa telah berakhir pada 31 Maret 2011 dan oleh karena warga penyewa segera melakukan pengosongan lahan.
Dengan ketiga somasi tersebut, warga tidak menghiraukan tetapi malah memilih untuk tetap menggunakan lahan tersebut, maka akhirnya pada tanggal 23 Oktober 2014 PT. KAI Daerah Operasi VII Surabaya mengirimkan surat pemberitahuan dengan No.VII/001/4/35/3.8-2014 yang berisi tentang pemberitahuan bahwa persewaan di Jalan Raya Karanglo Singosari tidak dapat diperpanjang dan paling lambat pada hari minggu tanggal 26 Oktober 2014 objek sewa harus segera dikosongkan.
Dari penjelasan di atas maka terbukti warga yang menyewa lahan PT. KAI tersebut sudah terbukti melakukan wanprestasi atas Kontrak Sewa Perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak. Dan atas dasar itulah maka PT. KAI berhak melakukan pengosongan lahan yang dimaksud, serta hal itu sah secara hukum. Dan pada akhirnya pada tanggal 28 Oktober 2014 Tim Operasi Tertib Daop 8 PT KAI membongkar paksa bangunan yang berdiri di lahan sengketa tersebut.

E. Kesimpulan dan Rekomendasi
  1. Perjanjian jual beli sertifikat Hak Guna Bangunan pada tanah seluas 2380 m2 antara Sdr. Farid (selaku ahli waris dari H. Basri) dengan Tatik Aryanti termasuk dalam penipuan, dan dapat dibatalkan karena mengandung unsur penipuan, yang mengakibatkan unsur sepakat dalam perjanjian menjadi tidak sah.
  2. Dilihat pasca keluarnya pemblokiran oleh BPN, persoalan status a quo dari tanah yang disengketakan berdasarkan hak untuk mendirikan atau mempunyai bangunan di atas tanah tersebut tentunya adalah tanah milik Negara, dalam hal ini milik PT. KAI dan tidak ada pihak yang berhak untuk mengelola, mendirikan, dan mempunyai bangunan di tanah tersebut tanpa seijin / menyewa dari PT. KAI.
3.   Dan warga yang menyewa lahan PT. KAI tersebut sudah terbukti melakukan wanprestasi atas Kontrak Sewa Perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak karena masa sewa telah habis pada tanggal 31 Maret 2011. Dan atas dasar itulah maka PT. KAI berhak melakukan pengosongan lahan yang dimaksud, serta hal itu sah secara hukum. Maka sebaiknya warga menerima apa yang telah disepakati dan harus menerima jika PT. KAI tidak sepakat untuk menyetujui perpanjangan sewa, dan warga juga harus menerima bahwa pada tanggal 28 Oktober 2014 Tim Operasi Tertib Daop 8 PT KAI membongkar paksa bangunan yang berdiri di lahan sengketa tersebut.



[1] Legal Opinion ini untuk memenuhi Ujian Akhir Semester, mata kuliah Logika dan Penalaran Hukum, Kelas A, Dosen Pengampu Dr. Muchamad Ali Safa'at, SH., MH. Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang, 2015.
[2] Sumber bahan hukum (kecuali peraturan perundang-undangan) dalam Legal Opinion ini didapat secara langsung dari Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Fakultas Hukum UB.
[3] M. Abdul Kholiq, Tinjauan Yuridis tentang Perbedaan Wanprestasi, Penipuan dan Penggelapan (online),http://pkbh.uii.ac.id/analisa-hukum/analisa-hukum/tinjauan-yuridis-tentang-perbedaan-wan-prestasi-penipuan-dan-penggelapan.html (diakses pada 7 Januari 2015)
[4] Ibid
[5] Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2003, Hlm. 89
[6] Ibid, Hlm. 267
[7] Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah.
 [8] Ibid, Pasal 34.
 [9] Pasal 26 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Kepala Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.

1 comment:

  1. ganapati chaturthi 2019 - YouTube
    › youtube › ganapati_chaturthi_2019 › youtube › ganapati_chaturthi_2019 Jul 25, 2019 — Jul 25, 2019 ganapati chaturthi 2019-16-23-11-19 how to convert youtube to mp3 Ganapati Chaturthi 2019 Ganapati Chaturthi 2019-11-19-17 Ganapati Chaturthi 2019-11-19-17.

    ReplyDelete